maafkan aku,
bila bait-baitku menjadi cakar-cakar jatayu yang merobek baju zirah kebesaranmu, merajah luka merupa duka di dada, kuciptakan mendung murung di atas kepala, hingga langit tak kuasa menahan beban, dan tetesan gerimis menetes di kelopak bunga, bagai embun jiwa melukis rona dalam derai-derai lara
bukankah laramu nestapaku jua?
andai senandung cintaku menjelma tajam pedang yang menghujam dada menembus jantung, memutuskan tali-tali pengikat, hingga mengucur merah darah keperihan, yang membasah belukar jiwa, bagai berguguran kelopak-kelopak mawar di taman bunga saat musim kemarau meracau, hingga nehktar tak mampu menjamu dewa, kupu-kupa tak bisa terbang hingga mahkota
bukankah begitu cinta memahami kita?
maafkan aku
tak hendak kutuangkan tuba-tuba di secawan anggur cinta meracuni jiwa
tak ingin kutoreh noda-noda di lautan rasa, hingga mengeruhkan belanga
perkenankan aku sebagai duri-duri mawarmu, jika tak mampu mewangi
ijinkan menjadi menjadi hijau daun, bila kicauku tak merdu, kuharap keluasan lautmu, bila perahuku hilang kemudi hingga tersesat laju
alunan senandung cintaku, tak ingin meluka berdansa
biarlah rasa memahami jiwa
(KS,012012)
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri