Selalu ramai dengan ceracau dan cericitnya,
menemaniku melewati malam...
riuh suaranya mengganggu periuk yang kosong
tapi ia tetap berlari berharap ada butiran nasi...
aku dan tikus itu sama-sama lapar
di tengah malam
saat idealisme masih tertanam
saat kumis dan janggut masih satu-satu
tapi, dia tiba-tiba hilang
ku kira dia telah mati karena tak sanggup lagi kelaparan
tadi sore....
samar-samar aku melihatnya di televisi
memakai dasi dan terlihat gemuk!
pantas tak terdengar ceracau dan cericit-nya
karena dia kini telah bernyanyi...
Hufh....dasar tikus.
Makassar, 7 September 2011