sajak : enes suryadi.
Pada tiap transisi waktu
Kau titipkan suara-suara
Jauh di sebalik jurang
bunga-bungamu tumbuh dan kembang
Di hamparan langit dan tarian bintang-bintang
harumnya kau kenang
Kemegahan langitmu dalam warna cerah
Rebah di tubuh lautmu yang tenang
Suara-suaramu melipurkan Poseidon
untuk sekedar bahagia
Serupa cahaya bulanmu
gembira menyimak dan memahamkan
bayang-bayang
Adalah hijau negeriku
Tempat kau juga menitipkan suara-suara
Pada gunung-gunung dan tebing-tebing batu
Pada arus sungai-sungai, pepohonan,
dan angin yang menderu
Suara-suara kematian
Adalah suara-suara hidup yang dikorbankan
Suara –suara hidup
Adalah suara-suara hantu
yang dengan cinta dikalahkan
Seberapa jauh jarak suara-suara dengan cahayamu
Adalah seberapa dekat cahayamu bisa diucapkan
Suara-suaramu mencari telinga-telinga
Pada telinga-telinga tubuh
yang telah sengaja dimusnahkan
Tak ada yang bisa dimatikan, kekasihku
Kematian yang mistis oleh jilatan api di tubuh ringkih itu*
Tak ada yang bisa dimatikan
Bersama Kristal-kristal air mata suci
Suara-suara itu, kekasihku
Hidup dan menjadi darah daging yang meruntuhkan!
Kau sibak di sejadah rerumputan
Orang-orang rendahan yang ditinggikan dan disucikan oleh suaramu
Di akar-akar pohon hutan dalam mana cahayamu gemilang dan dinyanyikan
Dalam pelukan damai suara-suara itu, kekasihku
Doa-doamu adalah benteng yang membawa kemenangan
Suara-suara itu
Dalam ramai dan sunyi
Dalam pesta atau arak-arakan mayat ke ruang
senyap pekuburan
Dalam rahim bangsaku, kekasihku
Selalu tumbuh dan dilahirkan!
Suara-suara itu
Terhembus di nafasmu.
Tangerang, 16 Desember 2011.
Pada tiap transisi waktu
Kau titipkan suara-suara
Jauh di sebalik jurang
bunga-bungamu tumbuh dan kembang
Di hamparan langit dan tarian bintang-bintang
harumnya kau kenang
Kemegahan langitmu dalam warna cerah
Rebah di tubuh lautmu yang tenang
Suara-suaramu melipurkan Poseidon
untuk sekedar bahagia
Serupa cahaya bulanmu
gembira menyimak dan memahamkan
bayang-bayang
Adalah hijau negeriku
Tempat kau juga menitipkan suara-suara
Pada gunung-gunung dan tebing-tebing batu
Pada arus sungai-sungai, pepohonan,
dan angin yang menderu
Suara-suara kematian
Adalah suara-suara hidup yang dikorbankan
Suara –suara hidup
Adalah suara-suara hantu
yang dengan cinta dikalahkan
Seberapa jauh jarak suara-suara dengan cahayamu
Adalah seberapa dekat cahayamu bisa diucapkan
Suara-suaramu mencari telinga-telinga
Pada telinga-telinga tubuh
yang telah sengaja dimusnahkan
Tak ada yang bisa dimatikan, kekasihku
Kematian yang mistis oleh jilatan api di tubuh ringkih itu*
Tak ada yang bisa dimatikan
Bersama Kristal-kristal air mata suci
Suara-suara itu, kekasihku
Hidup dan menjadi darah daging yang meruntuhkan!
Kau sibak di sejadah rerumputan
Orang-orang rendahan yang ditinggikan dan disucikan oleh suaramu
Di akar-akar pohon hutan dalam mana cahayamu gemilang dan dinyanyikan
Dalam pelukan damai suara-suara itu, kekasihku
Doa-doamu adalah benteng yang membawa kemenangan
Suara-suara itu
Dalam ramai dan sunyi
Dalam pesta atau arak-arakan mayat ke ruang
senyap pekuburan
Dalam rahim bangsaku, kekasihku
Selalu tumbuh dan dilahirkan!
Suara-suara itu
Terhembus di nafasmu.
Tangerang, 16 Desember 2011.