Tujuanku jelas, sebuah telaga yang katanya menjanjikan air suci prawitasari yang pernah direguk Werkudara saat dicobai durna di asingkan dari baratha yuda, alurnya berliku curam culas karang menghampar, tiada ketakutan untuk menghadapi yang cadas itu, namun saat disebut ada hutan yang akan terlewati aku sedikit menggoyang kepalaku.
Aku pernah mendengar bahwa hutan itu masih singup, sesingup singlunya ritualritual aneh yang membuat nafasnafas porak poranda dalam jemalin kelindan pertikaian, pertikaian nanar antara dada dan kepala di dalam jemari hari yang masih memegang sakralnya kehidupan dengan segala lekak lekuk nestapa tawa, aku melangkah mundur, aku melangkah maju, bagaimana bisa kulewati hutan yang di dalamnya terdapat munyuk, kirik, wewe gombel??
Sementara pertikaian itu terjadi waktu terus menghimpit kesempatan yang konon tak datang dua kali.
Ahh...cuma berandai-andai saja takut tersandung tak menghasilkan apaapa memang, atau bahkan bermimpimimpi memeluk gunung yang walau tak lari dikejar tetap juga terjal didaki maki, tentang hutan itu aku masih sering mendengar kasak kusuk orang gila pernah menikmati buah surga yang selamat pula melewatinya, mereka bilang aku akan lebih betah di hutan singup itu, jahanam!!apakah aku harus mengikuti kegilaan mereka pula.
Apa boleh buat, kata bapakku "ora mancal ora nguntal, ora macul ora nuthul" lakukan saja, andaikan matipun setidaknya kematian itu dibuat sendiri, bukan lantaran dbunuh orang lain, mati di hutan belantara lebih baik daripada mati tua.(kra)
#memang kadang sesuatu yang sangat misteri itu menimbulkan keraguan dan ketertarikan dengan porsi sama besar, paradoks#
MKS,040313
*singup/singlu - hawa aneh untuk menggambarkan keangkeran
*munyuk/kirik/wewe gombel - monyet/ anjing/ hantu wewe