MONOLOG PADA SEBUAH PERJALANAN
oleh: Yusti Aprilina
Di ujung jalan menuju ke pendakian terseoksoek seorang diri, jalan ini penuh kerikit tajam dan berduri yang merintangi jalan yang ditempuh hingga membuat kaki terluka, kadang terjerembab pada tanah berlumpur, mengotori seluruh tubuhku. Namun tiada kuhiraukan akan kotoran yang menempel di tubuhku, yang terlihat oleh manusia.
Langkah ini tak mungkin surut lagi, perlahan namun pasti sendiri berjalan dalam rimba yang sungguh asing bagiku, namun keinginan begitu kuat untuk memasuki rimba yang tak bertuan, hanya ceracau burung-burung bagai orkesta, tetumbuhan liar menyapaku, dengan aroma rimba yang purba. Tak akan kuhentikan langkah ini mencari kesejukan dalam rimba, serta pada kedalaman telaga yang bening menyejukkan.
Setiap hari menyulam doa, memintal harap pada jalan yang terbentang,terus menyusuri walau tak terlihat ada ujungnya. Mungkin suatu saat telah sampai waktu buat beristirahat dari perjalanan panjang ini. Tubuh ini telah terserat pada roda putaran raksasa yang seakan menenggelamkan dalam lumpur keniscayaan.
Perlahan namun pasti, detik-detik yang menegangkan akan dihadapi , tubuh ini terhenyak tiba-tiba harus berpisah dengan jiwa yang selama ini saling asing satu dengan yang lain, lihatlah tanda-tanda telah menjadi bukti dari jauhnya perjalanan di kehitaman rambut yang mulai memutih, mata yang tiada jelas lagi menatap. Menuju di persinggahan terakhir dalam menuntaskan segenap perjalanan. Kadang gelap, kadang terang, kadang remang-remang semua telah ditempuh. Hanya padaMu jua terkembali apa-apa yang telah terjalani.
Bengkulu, 23 Pebruari 2012
oleh: Yusti Aprilina
Di ujung jalan menuju ke pendakian terseoksoek seorang diri, jalan ini penuh kerikit tajam dan berduri yang merintangi jalan yang ditempuh hingga membuat kaki terluka, kadang terjerembab pada tanah berlumpur, mengotori seluruh tubuhku. Namun tiada kuhiraukan akan kotoran yang menempel di tubuhku, yang terlihat oleh manusia.
Langkah ini tak mungkin surut lagi, perlahan namun pasti sendiri berjalan dalam rimba yang sungguh asing bagiku, namun keinginan begitu kuat untuk memasuki rimba yang tak bertuan, hanya ceracau burung-burung bagai orkesta, tetumbuhan liar menyapaku, dengan aroma rimba yang purba. Tak akan kuhentikan langkah ini mencari kesejukan dalam rimba, serta pada kedalaman telaga yang bening menyejukkan.
Setiap hari menyulam doa, memintal harap pada jalan yang terbentang,terus menyusuri walau tak terlihat ada ujungnya. Mungkin suatu saat telah sampai waktu buat beristirahat dari perjalanan panjang ini. Tubuh ini telah terserat pada roda putaran raksasa yang seakan menenggelamkan dalam lumpur keniscayaan.
Perlahan namun pasti, detik-detik yang menegangkan akan dihadapi , tubuh ini terhenyak tiba-tiba harus berpisah dengan jiwa yang selama ini saling asing satu dengan yang lain, lihatlah tanda-tanda telah menjadi bukti dari jauhnya perjalanan di kehitaman rambut yang mulai memutih, mata yang tiada jelas lagi menatap. Menuju di persinggahan terakhir dalam menuntaskan segenap perjalanan. Kadang gelap, kadang terang, kadang remang-remang semua telah ditempuh. Hanya padaMu jua terkembali apa-apa yang telah terjalani.
Bengkulu, 23 Pebruari 2012