seperti dakocan berwarna merah dan kuning tiba-tiba dimatikan lawan sambil senyum dengan mengakhiri permainan kartu menjelang subuh, hemaglobin merapung dan adrenalinku melemahkan denyut jantung ini. Sementara di sana, puluhan poster dan spanduk memanaskan api, mencairkan dahak atas perselingkuhan hukum yang saling orgasme, entah siapa yg melakukan penetrasi, karena mereka mengaku paling gagah dan jago meski ke duanya layu dan perlu ditegakkan kembali.
Aku masih ingin menyusun kartu-kartu itu, meski tanpa yoker yang seenaknya keluar masuk ke segala sektor kehidupan ini, untuk memastikan siapa maling yang paling kondang di antara kawan sepermainan ini.
(Padang, 6 Oktober 2012)