SENYAPKU
Entahlah,
aku tidak tahu apa yang ada di dalam tempurung kepalamu, jenis cairan apa yang menuang dalam lautan pikir, semua ada dalam kemasan batok kepala.
di jaga oleh hutan rambut sebagai payung keteduhan, dan menjaga tengkorak dari terik panas bila siang mengangkang, dari basah gerimis hingga hujan deras memeras.
tidaklah mungkin harus kugergaji tulang yang melindungi isi kepalamu hanya sekedar untuk mengetahui apa apa yang sedang kau pikir, apa yang hendak kau tanya, dan apa yang ingin kata, juga harapan-harapan yang hendak kau sampaikan
sedang kau sendiri masih mencari tahu pesan-pesan rahasia yang ada pada kepalamu, kau masih belum memahami tulisan-tulisan yang menghias, bahkan kau masih tersesat dengan keingintahuanmu sendiri pada tanya yang belum mendapat jawaban makna. seakan kau berada pada sebuah lingkaran yang berputar sedang kaki belum tegak menjejak, dan pada akhirnya pusing, mabuk, dan muntah
dalam diam dan sendirimu, kau bertanya pada batu-batu hitam disekitarmu. mengapa hitam warnamu, tapi mengapa warnamu berbeda dengan batu di sampingmu, juga tidak sama dengan batu di sebelahmu, juga tak mirip atau sama dengan batu di ujung sana?.
seperti juga rambutku, mengapa menghitam seperti rambutmu, tapi mengapa rambutnya pirang, rambut mereka memerah, lalu mana rambut puting tulang saat kelahiran.
lalu mengapa ada yang lurus, berombak, keriting, lalu mengapa ada cepat memanjang, mengapa juga ada lambat, mengapa harus ada ketombe, kutu, dan hewan jenis mikroba kecil yang menghuni
duh gusti, satu rambut saja belum selesai kau bertanya tapi kau sudah seperti orang gila, gila tidak tahu lagi apa yang harus di tanyakan, sedang tumpukan kata tanya berhimpit di isi kepala, namun satupun kau belum dapat jawabnya, namun kau tetap biarkan dirimu dalam tanya meski tersesat di dalamnya. dan sambil menunggu tabirnya terbuka, kau kais lagi kata tanya dari seluruh sudut jagad dan mengumpulkannya, untuk kau tanyakan lagi bila waktu masih menjabat jiwa
(KS,012012)
Entahlah,
aku tidak tahu apa yang ada di dalam tempurung kepalamu, jenis cairan apa yang menuang dalam lautan pikir, semua ada dalam kemasan batok kepala.
di jaga oleh hutan rambut sebagai payung keteduhan, dan menjaga tengkorak dari terik panas bila siang mengangkang, dari basah gerimis hingga hujan deras memeras.
tidaklah mungkin harus kugergaji tulang yang melindungi isi kepalamu hanya sekedar untuk mengetahui apa apa yang sedang kau pikir, apa yang hendak kau tanya, dan apa yang ingin kata, juga harapan-harapan yang hendak kau sampaikan
sedang kau sendiri masih mencari tahu pesan-pesan rahasia yang ada pada kepalamu, kau masih belum memahami tulisan-tulisan yang menghias, bahkan kau masih tersesat dengan keingintahuanmu sendiri pada tanya yang belum mendapat jawaban makna. seakan kau berada pada sebuah lingkaran yang berputar sedang kaki belum tegak menjejak, dan pada akhirnya pusing, mabuk, dan muntah
dalam diam dan sendirimu, kau bertanya pada batu-batu hitam disekitarmu. mengapa hitam warnamu, tapi mengapa warnamu berbeda dengan batu di sampingmu, juga tidak sama dengan batu di sebelahmu, juga tak mirip atau sama dengan batu di ujung sana?.
seperti juga rambutku, mengapa menghitam seperti rambutmu, tapi mengapa rambutnya pirang, rambut mereka memerah, lalu mana rambut puting tulang saat kelahiran.
lalu mengapa ada yang lurus, berombak, keriting, lalu mengapa ada cepat memanjang, mengapa juga ada lambat, mengapa harus ada ketombe, kutu, dan hewan jenis mikroba kecil yang menghuni
duh gusti, satu rambut saja belum selesai kau bertanya tapi kau sudah seperti orang gila, gila tidak tahu lagi apa yang harus di tanyakan, sedang tumpukan kata tanya berhimpit di isi kepala, namun satupun kau belum dapat jawabnya, namun kau tetap biarkan dirimu dalam tanya meski tersesat di dalamnya. dan sambil menunggu tabirnya terbuka, kau kais lagi kata tanya dari seluruh sudut jagad dan mengumpulkannya, untuk kau tanyakan lagi bila waktu masih menjabat jiwa
(KS,012012)