Aku Selalu di Sini
aku selalu di sini, menghadang petang dalam rindu gaduh
lesung mengaduh, mengalung nasib perempuan-perempuan dusun
menumbuki padi: bulir-bulir harap menjadi tanggal, tinggal butir-butir
nyinyir di teriak sorak anak-anak yang tertinggal di halaman, dan
purnama adalah puisi sekedar pelepas dahaga dan lapar
di kala siang, memanggang nasib di setiap sudut sempit
langit-langit zaman kekinian!
ya, aku selalu di sini, mengingat hari jumat tanggal tujuh juli
di emperan peradaban, seorang ibu melepas sebiji kalung
usai mendung mengantar tangis miris buah hatinya, di dada
zaman, cinta kasih adalah segala punya, katanya:
ambillah! sisa sejarah satu-satunya yang tersisa
moga laku jantramu ketemu uripmu adoh reridu!
sepotong doa menggonggong di jiwa-jiwa kosong
melompong di setiap lorong!
ya, aku selalu di sini, menyaksi nyanyian lesung jumengglung
mengalung peradaban ke zaman kekinian yang tak lagi beradab
menggantung zaman di langit-langit, sembari memasung limbung
doa, di jalanan iklan-iklan menebar kepalsuan, tuhan
di sisi mana doa harus disemayamkan?
aku selalu di sini, mencatat hari mengantar peradaban
zaman, tanpa suara lesung, tentunya, karena jumat bulan
juli, tak lagi ada purnama! katakan, sehabis doa
semua sia, ya semua sia-sia!
Puja Sutrisna, 10 Mei 2012
aku selalu di sini, menghadang petang dalam rindu gaduh
lesung mengaduh, mengalung nasib perempuan-perempuan dusun
menumbuki padi: bulir-bulir harap menjadi tanggal, tinggal butir-butir
nyinyir di teriak sorak anak-anak yang tertinggal di halaman, dan
purnama adalah puisi sekedar pelepas dahaga dan lapar
di kala siang, memanggang nasib di setiap sudut sempit
langit-langit zaman kekinian!
ya, aku selalu di sini, mengingat hari jumat tanggal tujuh juli
di emperan peradaban, seorang ibu melepas sebiji kalung
usai mendung mengantar tangis miris buah hatinya, di dada
zaman, cinta kasih adalah segala punya, katanya:
ambillah! sisa sejarah satu-satunya yang tersisa
moga laku jantramu ketemu uripmu adoh reridu!
sepotong doa menggonggong di jiwa-jiwa kosong
melompong di setiap lorong!
ya, aku selalu di sini, menyaksi nyanyian lesung jumengglung
mengalung peradaban ke zaman kekinian yang tak lagi beradab
menggantung zaman di langit-langit, sembari memasung limbung
doa, di jalanan iklan-iklan menebar kepalsuan, tuhan
di sisi mana doa harus disemayamkan?
aku selalu di sini, mencatat hari mengantar peradaban
zaman, tanpa suara lesung, tentunya, karena jumat bulan
juli, tak lagi ada purnama! katakan, sehabis doa
semua sia, ya semua sia-sia!
Puja Sutrisna, 10 Mei 2012