Bukankah kau sendiri yang berjanji datang, dengan kembang
tujuh rupa di pertemuan segitiga?Pandir bibir mencibir dalil
seperti habis tahlil, tembang kidung sawab nabi gigil menggigil
di gua selomangleng.sugriwa-subali berebut masuk, merasuk
khusuk memanggul mantra tolak bala: la illaha, illaha, illaha!
Selalu tersedia tanda buat mengukur kufur atau tafakur, merah
darah mendedah pecah kepala resah mengalir ke mulut gua
tutuplah segera! Putih, jernih membersih tulang-belulang memutih
perih menyunting pergantian musim, segera bacalah doa!
Bukankah kau sendiri menggantung wisik di dahan daun sidoguri
menelanjang diri, bugil memanggil burung-burung kedasih
membangun kasih dan beranak-pinak, di gerai hitam rambut putih
harum warna kembang tujuh rupa, mengapa oh mengapa
beraroma bangkai doa-doa?
Karena doa hanya di batas mulut gua, wirid selomangleng
tersangkut di dalil tahlil gigil yang memanggil
tarian karonsih burung kedasih, dan janji
yang senantiasa mengingkari!
: la illaha, illaha, illaloh, illaloh!
Puja Surisna, 23 April 2012