luka masih mengucurkan darah, menyerbakkan amis
membuat udara di ruang kamarku pengap. dada masih tersedu
merenungi nasib. isak masih nampak dari nafasku yang tersenggal
menyebutnyebut nama Tuhan. mataku terus meneteskan duka
yang tak bisa kuajak untuk berhenti.
sendiri aku, ya. aku sendiri tanpa capung yang pernah hinggap
di pundakku. tanpa belai kasih yang pernah menepuk halus
bokongku. tanpa dongeng yang membuatku tertawa, juga membuatku
bersembunyi di dalam selimut. tanpa rekahan bibir yang terbang
melayang dengan perlahan lalu hinggap di dada.
duka ini abadi. walau aku berlari sepanjang zaman
takkan pernah habis terkikis angin. takkan pernah kutemui ujung,
pangkal yang dangkal hanyalah ilusi. yang muncul hanyalah pucuk
pucuk luka. semakin bercabang. meranumkan sunyi dalam dada,
dan aku akan semakin merasa sendiri.
Sumedang,
Januari, 2012