AKU JATUH TERHENYAK, SURGA NEGERI TERKOYAK
[ di mana dada-dada yang rela terbakar api cemburu ]
Biarlah padang rumput perdu; belukar di halamanku
Bukan warna aneka bunga menghiasi yang ku tanam
Dengan keadaan alami di mata mengheningkan kalbu
Agar ada diskusi-diskusi ringan membentuk wawasan
Dan sebuah pencerahan adalah alam yang berbicara !
Aku bukan menolak perhatian siapapun; atau apapun
Telah mengerti semua maksudnya; aku sudah baca
Yang aku cari hanyalah kejujuran yang tak terbiasa
Wajah-wajah yang lugu dengan banyak pertanyaan
Agar kita terbentuk karena ditempa; bukan manja !
Biarlah kita menenun kain yang bersih dari tulisan
Dan kita memulai tulisan dari awal hingga selesaikan
Tidak seperti yang sudah-sudah justru adalah pesanan
Segala kekusutan di urai bagai tak berbentuk benang
Maukah kita bergelut pada lingkaran sampah orang ?
Bahkan campur tangan pihak lain menjadi dominan
Lalu apa yang kita kerjakan; kita tak lebih pelayan
Memenuhi keinginan orang; bukan menciptakan
Atau setidaknya kita dihargai karena kemampuan
Sementara kita hanya teriak dan protes; pada siapa ?
Biarlah kita membangun kepercayaan setiap orang
Bukan memaksa dan mengemis sebuah pekerjaan
Karena kita tidak dalam sebuah lingkaran yang sama
Hingga kitapun terseret masuk pada lingkaran setan
Kita hanya menjadi amuk pusaran air dan tenggelam !
Berputar mengikuti arus kesalahan demi kesalahan
Menjadi mulut-mulut yang hanya bisa mengamini
Tidak pernah diberi kesempatan memberi solusi
Jangankan bicara; gerak kita hanya sebatas perut
Cukupkah sudah kita bersatu dengan jiwa alam ?
Yang tidak pernah mau menjual diri atau diperkosa
Kata-kataku sebentuk kegeraman pun jadi keakuan
Biar kujajakan diri pada angin; hutan dan lautan
Agar mau membayar mahal kerusakan yang ada
Sedang baji-baji besi itu telah membongkar tanah !
Menghancur semua harapan tanpa sisa sejengkalpun
Tidak sempat tunas-tunas tumbuh di belantara kita
Tidak ada lagi kicau merdu murai di dahan bersahutan
Telah sunyi; senyap dengan gigil menakutkan hati
Ketakutanku; takut yang mengerus ladang datu nini !
H .. E .. N .. T .. I .. K .. A .. N ..................
Cabik relung hati yang jatuh di kubangan khianat.-
Batulicin, 17 Januari 2012
Rumah Pasir 21
Jam 21.08 WIT
[ di mana dada-dada yang rela terbakar api cemburu ]
Biarlah padang rumput perdu; belukar di halamanku
Bukan warna aneka bunga menghiasi yang ku tanam
Dengan keadaan alami di mata mengheningkan kalbu
Agar ada diskusi-diskusi ringan membentuk wawasan
Dan sebuah pencerahan adalah alam yang berbicara !
Aku bukan menolak perhatian siapapun; atau apapun
Telah mengerti semua maksudnya; aku sudah baca
Yang aku cari hanyalah kejujuran yang tak terbiasa
Wajah-wajah yang lugu dengan banyak pertanyaan
Agar kita terbentuk karena ditempa; bukan manja !
Biarlah kita menenun kain yang bersih dari tulisan
Dan kita memulai tulisan dari awal hingga selesaikan
Tidak seperti yang sudah-sudah justru adalah pesanan
Segala kekusutan di urai bagai tak berbentuk benang
Maukah kita bergelut pada lingkaran sampah orang ?
Bahkan campur tangan pihak lain menjadi dominan
Lalu apa yang kita kerjakan; kita tak lebih pelayan
Memenuhi keinginan orang; bukan menciptakan
Atau setidaknya kita dihargai karena kemampuan
Sementara kita hanya teriak dan protes; pada siapa ?
Biarlah kita membangun kepercayaan setiap orang
Bukan memaksa dan mengemis sebuah pekerjaan
Karena kita tidak dalam sebuah lingkaran yang sama
Hingga kitapun terseret masuk pada lingkaran setan
Kita hanya menjadi amuk pusaran air dan tenggelam !
Berputar mengikuti arus kesalahan demi kesalahan
Menjadi mulut-mulut yang hanya bisa mengamini
Tidak pernah diberi kesempatan memberi solusi
Jangankan bicara; gerak kita hanya sebatas perut
Cukupkah sudah kita bersatu dengan jiwa alam ?
Yang tidak pernah mau menjual diri atau diperkosa
Kata-kataku sebentuk kegeraman pun jadi keakuan
Biar kujajakan diri pada angin; hutan dan lautan
Agar mau membayar mahal kerusakan yang ada
Sedang baji-baji besi itu telah membongkar tanah !
Menghancur semua harapan tanpa sisa sejengkalpun
Tidak sempat tunas-tunas tumbuh di belantara kita
Tidak ada lagi kicau merdu murai di dahan bersahutan
Telah sunyi; senyap dengan gigil menakutkan hati
Ketakutanku; takut yang mengerus ladang datu nini !
H .. E .. N .. T .. I .. K .. A .. N ..................
Cabik relung hati yang jatuh di kubangan khianat.-
Batulicin, 17 Januari 2012
Rumah Pasir 21
Jam 21.08 WIT