kelak, katamu
duh, sebagai yang entah kapan itu
ia berpetak umpet menyelam intip di ayun langkah kita
kadang berenang sepanjang linang, di
batang senyummu yang mencabang ke detak kedip sudut mata itu
kelak?, kataku
dan kau memandikanku berhujan perumpamaan
memangkas tiap tunas gelitang, di tiap jejak
yang tak terhapus gerimis
menyiangi semak gelisah seperdu tumbuh beriring musim
ketika getar tanganku meraih genggam-genggam kenyamanan
dari kantong celana yang kosong
kau menangkupkan sunyi di punggungku
memadamkan api yang membakarkan sembilu
hampir ke ubun-ubun
menggelinjangkan roma, meremanggidikkan tawar menawar
dengan empedu, yang tak pernah mengasinkan pahit
pakailah ini kelak, katamu
kapan kelak itu?
Sekarang, bukankah kau sedang memakainya
Semarang, 8 Mei 012
duh, sebagai yang entah kapan itu
ia berpetak umpet menyelam intip di ayun langkah kita
kadang berenang sepanjang linang, di
batang senyummu yang mencabang ke detak kedip sudut mata itu
kelak?, kataku
dan kau memandikanku berhujan perumpamaan
memangkas tiap tunas gelitang, di tiap jejak
yang tak terhapus gerimis
menyiangi semak gelisah seperdu tumbuh beriring musim
ketika getar tanganku meraih genggam-genggam kenyamanan
dari kantong celana yang kosong
kau menangkupkan sunyi di punggungku
memadamkan api yang membakarkan sembilu
hampir ke ubun-ubun
menggelinjangkan roma, meremanggidikkan tawar menawar
dengan empedu, yang tak pernah mengasinkan pahit
pakailah ini kelak, katamu
kapan kelak itu?
Sekarang, bukankah kau sedang memakainya
Semarang, 8 Mei 012