hanya diam yang kau tatap
dan air mata itu jatuh, menuliskan apinya sendiri
betapa tangan yang sudah pecah,
menatah batu-batu cahaya, di balik tulang dada
demi membentukkan nyala api, di pecahan-pecahan awan
di ujung julang menghujam langi-langit
tapi pelangi selalu mencuri warna matahari,
di rimbunan gerimis
nyala itu belum lagi menumbuhkan api
mana lidahku, kataku
bibirku bersimbah desah mengutuki bisu
mencari rindu,
mencari deru
menjadi abu
demi aku
sebelum aku,
yang dulu itu
di genggam tangan, nyala rindu
Semarang, 17 Jan 012
dan air mata itu jatuh, menuliskan apinya sendiri
betapa tangan yang sudah pecah,
menatah batu-batu cahaya, di balik tulang dada
demi membentukkan nyala api, di pecahan-pecahan awan
di ujung julang menghujam langi-langit
tapi pelangi selalu mencuri warna matahari,
di rimbunan gerimis
nyala itu belum lagi menumbuhkan api
mana lidahku, kataku
bibirku bersimbah desah mengutuki bisu
mencari rindu,
mencari deru
menjadi abu
demi aku
sebelum aku,
yang dulu itu
di genggam tangan, nyala rindu
Semarang, 17 Jan 012