jangan sulut lagi api
sebab matahari sedia memanggang debu kota
baranya membakar halte tak terhirau sibuk
orang-orang berpergian
orang-orang pulang menyisir semenanjung belukar pertokoan
gedung menghimpit gedung pohonan tiada
sisa kabut asap menjamah langit lantai tiga
dendeng-dendeng hidup
jerjak-jerjak penjara jiwa
memandang jaman lusuh sejak koran pagi baru lagi diedar
dengar lampu rambu berganti nada klakson
tak sabar semakin tak sabar manusia yang orang
anak yang orang bapak yang orang berebut nyali meminta rejeki pejalan kaki
di setiap kejadian selalu sisa sampah teronggok sederhana dala tiupan angin senja
melebur bersama ilalang kering
bunga-bunga jambu jatuh
di kios-kios tukang ojek yang orang berdiang
tentara berderap lari di tempat
simpang demi simpang menandai tiap larung warna millenia
hasil-hasil kemajuan entah yang kesekian mana lupa dicatat
dikemas beriringan iklan televisi
semua merayakan kenyataan
sepahit-pahitnya
jaman-jaman yang tertinggal
terbakar menguap oleh kekeringan
dan kemarau terlampau pikun datang
mematikan panen raya
jalan-jalan dibongkar massal menanam pipa optik
jaringan internet
lompatan-lompatan keadaan siapa lagi tahu
kakek tua itu melihat saja semua berlaku
seperti puisi tak berperangai
meringis memandang huruf-huruf saling pagut
sampah-sampah April lahir dan busuk
takut wabah menahun
kehidupan parit dangkal
aib-aib pengoplosan minyak tanah
ahh bumi menanah
kelak dicekam peragu
kebijakan demi kebijakan sampah
bakar!
Banda Aceh-Indonesia, 27 April 2012
sebab matahari sedia memanggang debu kota
baranya membakar halte tak terhirau sibuk
orang-orang berpergian
orang-orang pulang menyisir semenanjung belukar pertokoan
gedung menghimpit gedung pohonan tiada
sisa kabut asap menjamah langit lantai tiga
dendeng-dendeng hidup
jerjak-jerjak penjara jiwa
memandang jaman lusuh sejak koran pagi baru lagi diedar
dengar lampu rambu berganti nada klakson
tak sabar semakin tak sabar manusia yang orang
anak yang orang bapak yang orang berebut nyali meminta rejeki pejalan kaki
di setiap kejadian selalu sisa sampah teronggok sederhana dala tiupan angin senja
melebur bersama ilalang kering
bunga-bunga jambu jatuh
di kios-kios tukang ojek yang orang berdiang
tentara berderap lari di tempat
simpang demi simpang menandai tiap larung warna millenia
hasil-hasil kemajuan entah yang kesekian mana lupa dicatat
dikemas beriringan iklan televisi
semua merayakan kenyataan
sepahit-pahitnya
jaman-jaman yang tertinggal
terbakar menguap oleh kekeringan
dan kemarau terlampau pikun datang
mematikan panen raya
jalan-jalan dibongkar massal menanam pipa optik
jaringan internet
lompatan-lompatan keadaan siapa lagi tahu
kakek tua itu melihat saja semua berlaku
seperti puisi tak berperangai
meringis memandang huruf-huruf saling pagut
sampah-sampah April lahir dan busuk
takut wabah menahun
kehidupan parit dangkal
aib-aib pengoplosan minyak tanah
ahh bumi menanah
kelak dicekam peragu
kebijakan demi kebijakan sampah
bakar!
Banda Aceh-Indonesia, 27 April 2012