SIHIR DOA
abaikan mimpi, acuhkan, ujarmu seraya menarik tanganku, menjauhi
tirai jendela, ranjang yang berlubang, pintu rumah, berlari
ke padang-padang, ke gurun-gurun, ke gunung-gunung, berenang
di sungai-sungai, di parit-parit, di muara-muara, sebelum ke laut
lalu di puncak sekali gunung kau minta aku menanggalkan tubuhku
“aku tak ingin telanjang!” kau bilang: “tanggalkan tubuhmu
seluruh-luruhnya; tak menyisa kulit, tak menyisa darah, tak menyisa
daging, hingga habis tulang-tulangnya, saripati sumsumnya
hingga kita adalah apa yang membedakannya dari tubuh terserak
di tanah, serupa cucian kotor…”
maka kutanggalkan ini tubuh; kulitnya, darahnya, urat-uratnya
dagingnya, tulang-tulangnya, dan mencecerkan saripati
sumsumnya ke tanah (tiba-tiba tiadalah aku, tiadalah semesta
dan kutemukan Dia yang adalah diriku adalah alam semesta)
kemudian bukan cahaya lagi, Ia lebih benderang dari silau paling
pukau; Ia pusat nadi yang menaruh denyut ke tiap gerak, Ia
sumber cerlang yang mengucur ke telapak-telapak tangan yang
terbuka, ke celah-celah semesta, menjadikan Ada dari Tiada
“siapa Dia?” tanyaku. “Ia adalah Engkau adalah Aku,” jawabmu
(Jatinangor, 15/12/2011, 22:39)
abaikan mimpi, acuhkan, ujarmu seraya menarik tanganku, menjauhi
tirai jendela, ranjang yang berlubang, pintu rumah, berlari
ke padang-padang, ke gurun-gurun, ke gunung-gunung, berenang
di sungai-sungai, di parit-parit, di muara-muara, sebelum ke laut
lalu di puncak sekali gunung kau minta aku menanggalkan tubuhku
“aku tak ingin telanjang!” kau bilang: “tanggalkan tubuhmu
seluruh-luruhnya; tak menyisa kulit, tak menyisa darah, tak menyisa
daging, hingga habis tulang-tulangnya, saripati sumsumnya
hingga kita adalah apa yang membedakannya dari tubuh terserak
di tanah, serupa cucian kotor…”
maka kutanggalkan ini tubuh; kulitnya, darahnya, urat-uratnya
dagingnya, tulang-tulangnya, dan mencecerkan saripati
sumsumnya ke tanah (tiba-tiba tiadalah aku, tiadalah semesta
dan kutemukan Dia yang adalah diriku adalah alam semesta)
kemudian bukan cahaya lagi, Ia lebih benderang dari silau paling
pukau; Ia pusat nadi yang menaruh denyut ke tiap gerak, Ia
sumber cerlang yang mengucur ke telapak-telapak tangan yang
terbuka, ke celah-celah semesta, menjadikan Ada dari Tiada
“siapa Dia?” tanyaku. “Ia adalah Engkau adalah Aku,” jawabmu
(Jatinangor, 15/12/2011, 22:39)