GELISAHKU DI PANTAI
debur ombak kian kencang, melaju bersama angin, menyatu dengan pasir, kembali lagi ke tengah pantai, dan begitu seterusnya. aku memandangnya, mataku memandangnya, seakan tak ingin lepas, ah, ternyata aku melamun, desis angin pantai, dingin, dingin sekali, kumerunduk di tengah padang pasir pantai yang luas hamparannya ini, seolah sedang sendiri dan mengintropeksi diri. terik mentari terasa hangat, seperti sedang memanggang punggungku, pukul 1 siang, mentari tepat di atas kepala geser sedikit, rasanya tak kuat ku terus berada di bawah mentari, aku berteduh di bawah pohon kelapa, hmm...sedikit berkurang panas yang menyerangku. aku celingak-celinguk kesana-kemari, belum muncul juga batang hidung yang aku tunggu, dia lupa atau ada halangan, pukul 2 siang, satu jam sudah aku menunggu, dia belum nampak juga, aku merasa dikala seperti inilah aku harus bersabar. detik terus berlalu, menit melaju, jam berjalan pelan dan lamban, namun belum jua ia datang, haruskah aku pulang. sedang dimana dikau wahai gerangan, atau kau malah menunggu di tempat lain? aku mulai bingung, ada apa dengannya, biasanya dia janji juga selalu datang tepat waktu, tak pernah sebelumnya dia seperti ini. pantai ini jadi saksi bisu kegelisahanku, pasir di genggamanku seakan menyuruhku pulang, ia jatuh beberapa butir demi beberapa butir, mengisyaratkan aku untuk pulang saja, namun mentari seakan menahanku, katanya, tunggulah sampai aku terbenam. sedang langit kelabu, sudahlah...dia tak mungkin datang, percuma kau menungguku hingga gelap, nanti di jalan banyak bahaya.
Tuhan...berilah aku petunjuk, harus bagaimana ketika hati mulai ragu, kini hanya Engkaulah tempatku mengadu....
31/01/12
debur ombak kian kencang, melaju bersama angin, menyatu dengan pasir, kembali lagi ke tengah pantai, dan begitu seterusnya. aku memandangnya, mataku memandangnya, seakan tak ingin lepas, ah, ternyata aku melamun, desis angin pantai, dingin, dingin sekali, kumerunduk di tengah padang pasir pantai yang luas hamparannya ini, seolah sedang sendiri dan mengintropeksi diri. terik mentari terasa hangat, seperti sedang memanggang punggungku, pukul 1 siang, mentari tepat di atas kepala geser sedikit, rasanya tak kuat ku terus berada di bawah mentari, aku berteduh di bawah pohon kelapa, hmm...sedikit berkurang panas yang menyerangku. aku celingak-celinguk kesana-kemari, belum muncul juga batang hidung yang aku tunggu, dia lupa atau ada halangan, pukul 2 siang, satu jam sudah aku menunggu, dia belum nampak juga, aku merasa dikala seperti inilah aku harus bersabar. detik terus berlalu, menit melaju, jam berjalan pelan dan lamban, namun belum jua ia datang, haruskah aku pulang. sedang dimana dikau wahai gerangan, atau kau malah menunggu di tempat lain? aku mulai bingung, ada apa dengannya, biasanya dia janji juga selalu datang tepat waktu, tak pernah sebelumnya dia seperti ini. pantai ini jadi saksi bisu kegelisahanku, pasir di genggamanku seakan menyuruhku pulang, ia jatuh beberapa butir demi beberapa butir, mengisyaratkan aku untuk pulang saja, namun mentari seakan menahanku, katanya, tunggulah sampai aku terbenam. sedang langit kelabu, sudahlah...dia tak mungkin datang, percuma kau menungguku hingga gelap, nanti di jalan banyak bahaya.
Tuhan...berilah aku petunjuk, harus bagaimana ketika hati mulai ragu, kini hanya Engkaulah tempatku mengadu....
31/01/12