ya! memang aku pusing; pilah kosakata berjiwa cinta harus kutitipkan
linduk angin gunung berpusar, agar terjatuh di bangku kukumu, sementara
tak pernah telapak kakimu tersentuh rumput kalanjana. Kau tetap saja
berpaling ke hutan api menyala; satusatu langkahmu laju menghitung.
ya! aku memang gundah; memindai gerombolan semut pudak
kulemparkan ke meja taringmu agar kau bisa mengelus perutnya. Kakimu
laju tetap ke hutan api menyala; langkahmu makin deru.
ya! aku memang gulana; peluhmu makin darah air matamu sungguh
lumpur, merajuk mabuk menggelegak dalam pusar angin membadai. Dan
tubuhmu lenyap dalam balutan hutan api yang makin besar menyala.
o, takdir memang telah bersabda bahwa hunimu memang hutan api
kau gagal mencuci rambut jiwa, meski kau putra nabi. Aku tak tega meski
tanganku tertepis oleh sukma hitammu. Aku palingkan muka agar tak
lihat hangus tubuhmu kering darahmu; aku tak mampu lagi menolong.
Rembang, Maret 2013