RISALAH PUJA BUNDA
adalah sejuk rumahmu Bunda,
yang membawaku kembali menyusuri jalan pulang.
kebun kopi, aspal berlubang, hamparan padi menguning usia,
juga jernih air yang mengalir dari hulu : hatimu.
sejuk, serupa ketika kau dendangkan sebait kidung surga di hening malam,
menyatu di dinding rapuh yang bisu.
aku ingat, ada bening di sudut matamu.
saat hatimu menjerit, melepas kekang tanganmu dari pelukku.
"bukankah kini bonekamu telah dewasa, Bunda?
mampu menyeka sendiri peluh yang membanjir,
meski lelah menyusuri jalanan Ibukota.
bukan seperti ketika kau harus mengumbar dada,
kala aku menangis karena barbieku hilang!"
dan mengingatmu saat ini,
airmata yang tertahan kembali berebut keluar,
berhamburan menapak jalan kembali padamu.
untuk sekedar menikmati sarapan nasi liwet,
yang kau tanak dengan bara tungku jiwa tulusmu.
atau, berlari-lari kecil di pematang
sambil membawa rantang nasi yang kau kirim untuk Ayah,
yang sedang menghujamkan mata cangkul di tanah harapan.
meski dongeng yang akan kau dapatkan
selepas aku meninggalkanmu dulu,
tak seindah suara lesung kala kau menumbuk padi.
namun aku tau,
lumbungmu selalu menampung getas gabuknya padi,
dalam satu ikatan doa.
yang menjuntai di setiap tapak hari.
2 Des 2011
adalah sejuk rumahmu Bunda,
yang membawaku kembali menyusuri jalan pulang.
kebun kopi, aspal berlubang, hamparan padi menguning usia,
juga jernih air yang mengalir dari hulu : hatimu.
sejuk, serupa ketika kau dendangkan sebait kidung surga di hening malam,
menyatu di dinding rapuh yang bisu.
aku ingat, ada bening di sudut matamu.
saat hatimu menjerit, melepas kekang tanganmu dari pelukku.
"bukankah kini bonekamu telah dewasa, Bunda?
mampu menyeka sendiri peluh yang membanjir,
meski lelah menyusuri jalanan Ibukota.
bukan seperti ketika kau harus mengumbar dada,
kala aku menangis karena barbieku hilang!"
dan mengingatmu saat ini,
airmata yang tertahan kembali berebut keluar,
berhamburan menapak jalan kembali padamu.
untuk sekedar menikmati sarapan nasi liwet,
yang kau tanak dengan bara tungku jiwa tulusmu.
atau, berlari-lari kecil di pematang
sambil membawa rantang nasi yang kau kirim untuk Ayah,
yang sedang menghujamkan mata cangkul di tanah harapan.
meski dongeng yang akan kau dapatkan
selepas aku meninggalkanmu dulu,
tak seindah suara lesung kala kau menumbuk padi.
namun aku tau,
lumbungmu selalu menampung getas gabuknya padi,
dalam satu ikatan doa.
yang menjuntai di setiap tapak hari.
2 Des 2011