Padang lapang untuk gembalakan jejak jiwaku itu adalah hidupmu. Serumpun embun, ilalang ranum, kuncup perdu, kemrisik sepi, percik api dan setumpuk album kenangan bersampulkan rindu.
Rayakan cinta menyemai gairahnya. Wajahmu menyemburkan cahaya. Bulan di atas savana. Aku menjelma rusa, dengan tanduk bercabang doadoa kupanjatkan. Senyummu melambung di angkasa.
Rangkum sejuta makna dalam satu tanda. Tatapan kita puisi tanpa jeda. Tatap penuh kenang dan perlambang. Bertumbuh pokok-pokok akasia yang daundaunnya menyimpan angin dan hujan, tempat berselindung riuh dan kicau burungburung.
Kecemasan luruh dalam hembusan angin. Kita pun menjerit tawa, senyap hanyalah tanda koma saat matahari pamit cakrawala. Ketika ia persembahkan malam untuk kita. Dengarlah aplaus serangga senja, ramai membahana di sekeliling panggung temaram. Sebuah pekik kagum, seperti selalu bisikbisikku pada anggunmu.
Bulumatamu sebaris ilalang yang terbakar. Mengurungku dalam pijar, melalap seluruh tatapan, pikiran dan imajinasi. Tinggal unggun yang disebut puisi.
Gemuruh angin di celah tenda seperti ketukan lembut jemarimu di dada. Kupeluk kamu sayang, kau mengunciku dengan himpitan rindu membara. Rerumputan mengaduh lembut di bawah keringat yang harum tiada tara. Venus dan yupiter memancar riang di antara tatapan kita. Senyum menggantung tepat di atas dagumu, tepat sesaat puisi kutuntaskan dengan ciuman.
2011