TERBUNUH NAFSU BIRAHI
Betapa sedang kedekatmu kutahan nafsu (menurut hemat saya, seharusnya ke dekatmu)
tapi lupa antara malu putusan hati tertambat lapar
seperti menanti runtuhan langit daripada diri
dengan menjalang dadaku melepas rebana berlonjak riang
Makian terjalin menimbulkan kecewa
airmata di jalin menunggu gadis menuang kuncup dosa
tapi memeluk laut semua luka-luka terbuka
mengutuki putusan orang-orang telanjang meminta airnya
Kita tidak akan tahu pagi yang merah
bila disatu malam tanggul terbedah (seharusnya disatu dipisahkan jadi di satu)
baunya terseret di lincah ritual keruh
tumpah bangkai-bangkai hidup di ranjang berdandan wangi
Tidakkah sebagian umur menggali bukit-bukit
aku pernah asing mendapatkan jasad sepenuh kurus
mengungkung jalanan jauh menghadap kehormatan
susah payah memutihkan kembang rampe tanah pasir
Mendera segenap ciuman mesra sejak mula
terlampau gairah dari pintu merangkak meminta
keringat basah memburu tubuh daging betina
dan wajahmu bulat bagai telur bermain di rumput paling gelap
Sebelum kau melompat ditiup angin
sekali perangaiku di sebarang waktu
terhitung syarat dengan mengerti tiap laku
hingga di sambut hayat mengadu amalan bakti (seharusnya di sambut digabungkan jadi disambut)
Jangan mendalam binasa menjadi abu
sebar (atau sabar?) jadikan nafsu menempis terbang diluar teori (mungkin maksudnya menepis bukan menempis)
memberi kesadaran setenang hujan
setelah terhenti saatpun sampai bermakna.
BANDUNG,
22 Jauari 2012
Betapa sedang kedekatmu kutahan nafsu (menurut hemat saya, seharusnya ke dekatmu)
tapi lupa antara malu putusan hati tertambat lapar
seperti menanti runtuhan langit daripada diri
dengan menjalang dadaku melepas rebana berlonjak riang
Makian terjalin menimbulkan kecewa
airmata di jalin menunggu gadis menuang kuncup dosa
tapi memeluk laut semua luka-luka terbuka
mengutuki putusan orang-orang telanjang meminta airnya
Kita tidak akan tahu pagi yang merah
bila disatu malam tanggul terbedah (seharusnya disatu dipisahkan jadi di satu)
baunya terseret di lincah ritual keruh
tumpah bangkai-bangkai hidup di ranjang berdandan wangi
Tidakkah sebagian umur menggali bukit-bukit
aku pernah asing mendapatkan jasad sepenuh kurus
mengungkung jalanan jauh menghadap kehormatan
susah payah memutihkan kembang rampe tanah pasir
Mendera segenap ciuman mesra sejak mula
terlampau gairah dari pintu merangkak meminta
keringat basah memburu tubuh daging betina
dan wajahmu bulat bagai telur bermain di rumput paling gelap
Sebelum kau melompat ditiup angin
sekali perangaiku di sebarang waktu
terhitung syarat dengan mengerti tiap laku
hingga di sambut hayat mengadu amalan bakti (seharusnya di sambut digabungkan jadi disambut)
Jangan mendalam binasa menjadi abu
sebar (atau sabar?) jadikan nafsu menempis terbang diluar teori (mungkin maksudnya menepis bukan menempis)
memberi kesadaran setenang hujan
setelah terhenti saatpun sampai bermakna.
BANDUNG,
22 Jauari 2012