Selama ini kau bilang aku pengeran hati yang selalu menjaga hatimu, dan memberi sinar kala gelap menyelimuti, menjadi tempat berteduh kala hujan badai menerjang.
Dan kini kata-kata mu itu telah lenyap, hilang tertelan badai zaman.Mungkin bumi melahapnya sampai terbakar oleh magma.Tanpa tersisa, sesampai bekasnya pun hilang.Sepertinya kau telah mandi kembang tujuh rupa.Untuk melenyapkan sesampai bau dan rupanya hilang dalam fikirmu.
Sudahlah, mungkin ini jalan yang terbaik untuk tali percintaan kita.Untukmu yang lebih memilih seorang pria muda mapan juragan kata penyebar gombal dalam hatimu. Sedangkan aku hanyalah sebatang kayu rapuh yang tak mampu berbuat apa-apa ketika api membakar diriku.
Aku hanya berfikir api ini mampu memasak nasi untuk bekal waktu yang tersisa. Setidaknya cukup mengisi perut yang telah kosong karnamu. Ya sudahlah sekali lagi aku mengalah akan cerita dilema yang berakhir nestapa.
Lupakan saja, oh lupakan lupakan dan lupakan apa yang telah terjadi, toh nyatanya memang ini jalanku, aku harus terima apa adanya. Nasib oh nasib.
Sagah Aditama
Jakarta, 11-4-2012
Karya Sastra
©Sagah Aditama 2012, All Rights Reserved