Pantai dan Pelaminan Kita
mari, pijakkan saja telapak kakimu, jangan takut. pantai ini
sudah kudandani seumpama pelaminan kita. kau pernah bilang,
ingin berdansa di atas pasir putih, bawah cerlang rembulan,
musik gelombang dan sayup sayup angin malam. sayang, ini malam
adalah yang kauimpikan bukan?
walau tak lengkap, sebab tak ada melati yang semerbak di sekeliling
dan lampion-lampion di setiap sudut ruang
atau gaun putih kemilau yang kau kenakan sebelum
malam menjelmakannya menjadi piama dalam kamar kita
“berhenti. jangan tatap aku dengan tanya itu.”
barangkali kau tak suka dengan apa yang kujejali malam ini
sedari tadi kau hanya diam, enggan menggerakkan kaki
atau melingkarkan tangan di punggungku
seperti gerakan dansa yang pernah kita lakonkan
mengapa? dengar, aku bisa menjadikan malam ini lebih romantis
dari yang kau pikirkan. sekarang, percaya saja pada mataku
jangan membalasnya dengan senyum kecut.
sabar, biar kunikahi dulu dekil jalanan esok
sampai lerai jasad dengan ruh.
Medan, Sketsa Kontan
mari, pijakkan saja telapak kakimu, jangan takut. pantai ini
sudah kudandani seumpama pelaminan kita. kau pernah bilang,
ingin berdansa di atas pasir putih, bawah cerlang rembulan,
musik gelombang dan sayup sayup angin malam. sayang, ini malam
adalah yang kauimpikan bukan?
walau tak lengkap, sebab tak ada melati yang semerbak di sekeliling
dan lampion-lampion di setiap sudut ruang
atau gaun putih kemilau yang kau kenakan sebelum
malam menjelmakannya menjadi piama dalam kamar kita
“berhenti. jangan tatap aku dengan tanya itu.”
barangkali kau tak suka dengan apa yang kujejali malam ini
sedari tadi kau hanya diam, enggan menggerakkan kaki
atau melingkarkan tangan di punggungku
seperti gerakan dansa yang pernah kita lakonkan
mengapa? dengar, aku bisa menjadikan malam ini lebih romantis
dari yang kau pikirkan. sekarang, percaya saja pada mataku
jangan membalasnya dengan senyum kecut.
sabar, biar kunikahi dulu dekil jalanan esok
sampai lerai jasad dengan ruh.
Medan, Sketsa Kontan