PUISI TENTANG BUMI KELAHIRAN
Hangat nafasmu selalu menjelma kesiur angin hutan jati
jelang rembang petang menyapa padang rumput tepi huma
ketika mentari kemarau mengaca di dasar beningnya kali
sebelum lidah kelam terjulur lewat gelitik jemari senja
sungguh tanah lahir penuh hiasan kuntum sajak
mekar di beranda bertaut sulur hingga gerbang kembara
catatan demi catatan tertimbun tebalnya debu nostalgia
Kerjap matamu walau tak setajam kilau bimasakti
namun selalu bangkitkan anak sajak dari tidurnya
hinggap di reranting ilusi fatwakan berlaksa isyarat
hingar negeri di balik kabut tempat rindu bersudu
indahnya tarian resah di lipatan lembar kertas jinga
duhai tembok dermaga camar tak lelah mengitarinya
Ann tak sajak katamu jika tak pagut binar cenung
bagai awan tak pernah lelah melintasi cakrawala
meski bumi selalu menggapai gemulai tarian gerimis
jika terhimpit gelisah erang di buram garis cuaca
lewat dering dan susunan huruf di tabung kaca
tak sudah menimba indahnya ilusi dari perigi rindu
duh kurajut hari dengan benang sepi dan jarum luka
Metro, 16 Juli 2004
Kedunggalar, 21 Mei 2012
Hangat nafasmu selalu menjelma kesiur angin hutan jati
jelang rembang petang menyapa padang rumput tepi huma
ketika mentari kemarau mengaca di dasar beningnya kali
sebelum lidah kelam terjulur lewat gelitik jemari senja
sungguh tanah lahir penuh hiasan kuntum sajak
mekar di beranda bertaut sulur hingga gerbang kembara
catatan demi catatan tertimbun tebalnya debu nostalgia
Kerjap matamu walau tak setajam kilau bimasakti
namun selalu bangkitkan anak sajak dari tidurnya
hinggap di reranting ilusi fatwakan berlaksa isyarat
hingar negeri di balik kabut tempat rindu bersudu
indahnya tarian resah di lipatan lembar kertas jinga
duhai tembok dermaga camar tak lelah mengitarinya
Ann tak sajak katamu jika tak pagut binar cenung
bagai awan tak pernah lelah melintasi cakrawala
meski bumi selalu menggapai gemulai tarian gerimis
jika terhimpit gelisah erang di buram garis cuaca
lewat dering dan susunan huruf di tabung kaca
tak sudah menimba indahnya ilusi dari perigi rindu
duh kurajut hari dengan benang sepi dan jarum luka
Metro, 16 Juli 2004
Kedunggalar, 21 Mei 2012