AKU MELEMPAR PATUNG BATU
Aku melempar kerikil pada patung batu
Dosa-dosa menari dalam derai panjang prosesi
Sebuah meteor jatuh melintas kepalaku
Berdiam dalam gairah api yang dingin
Sebuah goa kelembutan di ujung penantian
Musim ini lagi, kau datang diam-diam
Musim kemarin segera berlalu
Burung-burung pindahan membawa kehangatan matahari
Sebuah tanda, bahwa pengkhianatan harus segera diakhiri!
Tak lelah-lelah di atas piano, dalam nada walza,
kau nyanyikan hakmu untuk sepi
Sebagai sebuah semangka di sudut kamar
Sebuah dunia terlukis pada kertas berlembar-lembar
Pada jam tua di ruang tunggu itu, sebuah lintasan
ke arah seberang penantianmu, terbentang
Tepat di tikungan hatimu selalu bersembunyi
Doa itu juga yang kaugenggam di sangsi buku jari!
Kini tak ada lagi kekuatan
Yang dapat mematikan bunga-bunga
Patung-patung batu hanya hiasan seremoni
Tempat kau menyendiri di atas segala keangkuhan
Yang tak pernah kau kenali
Sepucuk pistolkah yang kaubutuhkan kini?
Atau seikat kembang sebagai tanda kau akan menang?
Atau semacam sebuah lolongan
Bahwa kau sudah mengatakan?
Aku melempar kerikil pada patung batu
Hamparan itu membuka di hadapanku
Sebuah kesucian menggigil, kesucian
Yang membutuhkan seunggun api
Untuk mengekalkan
Dan aku tahu kini
Di dalam igau makrifat Mu
Aku tak harus lagi menunggu.
sajak : enes suryadi
Tangerang, 10 Desember 2011.
Aku melempar kerikil pada patung batu
Dosa-dosa menari dalam derai panjang prosesi
Sebuah meteor jatuh melintas kepalaku
Berdiam dalam gairah api yang dingin
Sebuah goa kelembutan di ujung penantian
Musim ini lagi, kau datang diam-diam
Musim kemarin segera berlalu
Burung-burung pindahan membawa kehangatan matahari
Sebuah tanda, bahwa pengkhianatan harus segera diakhiri!
Tak lelah-lelah di atas piano, dalam nada walza,
kau nyanyikan hakmu untuk sepi
Sebagai sebuah semangka di sudut kamar
Sebuah dunia terlukis pada kertas berlembar-lembar
Pada jam tua di ruang tunggu itu, sebuah lintasan
ke arah seberang penantianmu, terbentang
Tepat di tikungan hatimu selalu bersembunyi
Doa itu juga yang kaugenggam di sangsi buku jari!
Kini tak ada lagi kekuatan
Yang dapat mematikan bunga-bunga
Patung-patung batu hanya hiasan seremoni
Tempat kau menyendiri di atas segala keangkuhan
Yang tak pernah kau kenali
Sepucuk pistolkah yang kaubutuhkan kini?
Atau seikat kembang sebagai tanda kau akan menang?
Atau semacam sebuah lolongan
Bahwa kau sudah mengatakan?
Aku melempar kerikil pada patung batu
Hamparan itu membuka di hadapanku
Sebuah kesucian menggigil, kesucian
Yang membutuhkan seunggun api
Untuk mengekalkan
Dan aku tahu kini
Di dalam igau makrifat Mu
Aku tak harus lagi menunggu.
sajak : enes suryadi
Tangerang, 10 Desember 2011.