TROTOAR DAN LELAKI TUA
Kepada trotoar pinggiran jalan
Lelaki tua itu berkata:
"Dulu, kala usia masih belia
Selalu kulewati jalanan ini
Pada setiap senja penghabisan
Kupunguti jejak tanah sepeda motor
Milik seorang gadis, teman sekelasku
Wahai trotoar
Bertahun-tahun kupunguti
Jejak tanah itu
Terus kupunguti, lalu kutumpuk
Dan kutumpuk di keharibaan jiwa
Hingga dalam jiwaku tercipta
Gunung setinggi Himalaya"
Jedah sejenak, lelaki tua itu
Mencabut selembar sapu tangan
Dari kantong belakang celananya
Lalu, ia kembali berkata:
"Saat khatam masa sekolah
Aku lalu memilih pergi jauh
Tak kuasa mendengar hardikan
Cinta bertepuk sebelah tangan"
Kini sapu tangan mulai menyeka
Tetes air tumpah, dari sudut matanya
Dan tercekik suara parau
Lelaki tua itu pun
Kembali berkata-kata:
"Wahai trotoar
Kuterima takdir mengguncang lara
Tak pernah memiliki cintanya
Tapi saat batin bergumul perih
Di negeri kelana nan jauh
Kudaki gunung dalam jiwaku itu
Sambil menyebut memanggil namanya
Nama gadis seindah puisi"
Sebelum lelaki itu kembali berkata-kata
Sontak hamparan trotoar menggigil
Tak kuasa tertimpa, tetes demi tetes
Airmata lelaki tua.
[2012]
ANWARI WMK
Catatan: Untuk seorang kawan yang senantiasa menatap trotoar. Kawan, kisahmu kuabadikan dalam puisi ini.Tersenyumlah engkau kawan.Meski saat menulis puisi ini aku sendiri meneteskan airmata.Airmata empati kepadamu.
Kepada trotoar pinggiran jalan
Lelaki tua itu berkata:
"Dulu, kala usia masih belia
Selalu kulewati jalanan ini
Pada setiap senja penghabisan
Kupunguti jejak tanah sepeda motor
Milik seorang gadis, teman sekelasku
Wahai trotoar
Bertahun-tahun kupunguti
Jejak tanah itu
Terus kupunguti, lalu kutumpuk
Dan kutumpuk di keharibaan jiwa
Hingga dalam jiwaku tercipta
Gunung setinggi Himalaya"
Jedah sejenak, lelaki tua itu
Mencabut selembar sapu tangan
Dari kantong belakang celananya
Lalu, ia kembali berkata:
"Saat khatam masa sekolah
Aku lalu memilih pergi jauh
Tak kuasa mendengar hardikan
Cinta bertepuk sebelah tangan"
Kini sapu tangan mulai menyeka
Tetes air tumpah, dari sudut matanya
Dan tercekik suara parau
Lelaki tua itu pun
Kembali berkata-kata:
"Wahai trotoar
Kuterima takdir mengguncang lara
Tak pernah memiliki cintanya
Tapi saat batin bergumul perih
Di negeri kelana nan jauh
Kudaki gunung dalam jiwaku itu
Sambil menyebut memanggil namanya
Nama gadis seindah puisi"
Sebelum lelaki itu kembali berkata-kata
Sontak hamparan trotoar menggigil
Tak kuasa tertimpa, tetes demi tetes
Airmata lelaki tua.
[2012]
ANWARI WMK
Catatan: Untuk seorang kawan yang senantiasa menatap trotoar. Kawan, kisahmu kuabadikan dalam puisi ini.Tersenyumlah engkau kawan.Meski saat menulis puisi ini aku sendiri meneteskan airmata.Airmata empati kepadamu.